Di Indonesia khususnya dalam budaya Jawa, Suro identik dengan suasana sakral dan mistis. Oleh sebab itu, ada berbagai kegiatan yang berhubungan dengan supranatural hanya dilakukan pada bulan Suro, seperti jamasan pusaka, ruwatan, serta sesajen agung atau laku tapa brata.
Memasuki bulan suro, puluhan pusaka akan dijamas atau dimandikan oleh Pemkab Madiun. Diantaranya dua keris berusia 400 tahun peninggalan bupati pertama Madiun Raden Ronggo Jumeno, yaitu Kiai Kala Gumarang dan Kiai Baledono. Termasuk juga Kiai Balabar, Kiai Singkir dan wesi towo.
Bagi yang belum tau, wesi towo adalah benda bertuah, yang akan membuat apapun bisa menjadi tawar atau melunak dalam batas wajar. Yang paling sederhana, ketika anda minum kopi atau teh pun, bila sambil memegang wesi towo ini, ini maka tidak akan ada rasa yang bisa dinikmati.
Tidak hanya itu, racun yang masuki kedalam tubuh ketika anda digigit serangga atau segala jenis hewan berbisa, akan di netralkan atau ditawarkan. Khasiat wesi towo juga bisa diniatkan untuk menghilangkan efek ilmu atau ajian yang dimiliki orang lain yang ditujukan untuk merugikan kita dalam hal apapun. Untuk urusan asmara, besi towo juga berkhasiat seperti ajian pelet, untuk meluluhkan hati yang keras dan ego tinggi.
Seldangkan Keris Kyai Kala Gumarang, adalah keris pegangan Raden Ayu Retno Djumilah sebagai tanda pengukuhan sebagai Adipati Madiun, saat melawan serbuan prajurit Mataram Pimpinan Panembahan Senopati.
Raden Ayu Retno Djumilah adalah sosok wanita yang cerdas dan trengginas, bukan hanya terampil di dalam ilmu perang tapi juga sebagai sosok wanita pemimpin yang disegani dan dicintai rakyatnya. Bukan hanya sekedar anak bupati tapi sebagai tokoh pemimpin yang kharismatik dan menguasai banyak hal. Dan sebagai seorang panglima perang dia amat disegani rekan maupun lawan bahkan seorang pemimpin besar Mataram pun mengakui hal tersebut.
Dengan kearifan dan kepandaiannya dia juga berhasil menghentikan konflik besar yang sempat berjalan tanpa tersedia satu pihak yang jadi dirugikan. Hal ini menunjukkan bahwa Raden ayu Retno Djumilah adalah seorang tokoh wanita yang sanggup memberikan pemaknaan peran kepemimpinan perempuan yang luar biasa yang tak kalah bersama kaum pria.
Kembali ke urusan penjamasan atau pencucian pusaka, ternyata tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Hanya orang yang memiliki hati dan perilaku yang bersih, serta karakter yang baik dalam mengabdi kepada negara. Itu sebabnya, Pemkab Madiun mempercayakan pencucian pusaka hanya kepada Raden Tumenggung Santo Siswojo Dipuro bersama rekannya, Mas Ngabei Sunarko Diprojo.
Ada beberapa ritual sebelum mengeluarkannya benda pusaka dari dari ruang penyimpanannya di Pendopo Muda Graha Kabupaten Madiun sebagai berikut:
- Pertama-tama harus menyiapkan sesaji yang terdiri dari dua sisir pisang, kembang, dan nasi tumpeng lengkap dengan lauknya. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa.
- Kemudian dilakukan langkah-langkah untuk mencuci pusaka sebagai berikut: pusaka (contohnya keris) dimasukkan ke wadah berisi campuran air kelapa dan air mengkudu.
- Setelah beberapa waktu, keris digosok dengan irisan jeruk pecel untuk menghilangkan karat pada lapisan keris. Setelah itu pusaka dicuci dengan sabun lalu dijemur namun tidak boleh langsung terkena sinar matahari.
- Selanjutnya, pusaka dimasukan ke dalam cairan warangan dan dikeringkan.
Sumber: kompas.com
Baca juga: Apakah Khasiat Besi Towo Bermanfaat Bagi Kehidupan?