Umat Katolik di Bali juga Melakukan Tradisi "Ngejot" Menjelang Natal

Hari Penampahan adalah sebutan untuk satu hari sebelum Hari Raya Galungan. Dalam hari itu, terdapat satu tradisi yang kerap dilakukan umat Hindu Bali yaitu ngejot. Menurut Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana I Gede Pitana, tradisi ngejot adalah aktivitas pemberian makanan kepada tetangga, baik itu sesama umat Hindu maupun non-Hindu sebagai rasa terima kasih. Ngejot dalam bahasa Bali memang berarti “memberi”.

Ngejot juga satu bentuk ungkapan syukur atas tahun yang telah lewat. Selain itu dengan Ngejot, bisa membangun hubungan baik dengan tetangga, menumbuhkan toleransi dimulai dari tetangga terdekat

Pitana menuturkan, toleransi masyarakat Bali sangat tinggi. Oleh karena itu, pemberian makanan dalam tradisi ngejot kepada para tetangga masih dilakukan hingga saat ini. Tradisi tersebut merupakan satu cara berbagi kebahagiaan kepada tetangga. Bahkan, tradisi tersebut kerap disebut sebagai sebuah ikatan kekeluargaan luar biasa, karena tidak dibatasi oleh perbedaan keyakinan.  Ngejot tidak memandang agama apa yang dipeluk baik pemberi atau penerimanya.

Tradisi Ngejot dilaksanakan oleh masyarakat Hindu. Islam dan Katolik. Bagi umat Hindu, tradisi ini digelar untuk Hari Raya Galungan, Nyepi dan Hari Raya Kuningan. Dan bagi umat Islam, tradisi tersebut dilaksanakan menjelang Hari Raya Idul Fitri. sedangkan bagi umat Katolik tradisi unik ini dilakukan  menjelang Natal.

Sehari sebelum Natal, umat katolik di Bali ini  mendatangi sejumlah tetangga pemeluk Hindu untuk membagikan makanan. Makanan yang diberi kepada tetangga sudah dalam bentuk siap saji dan kue serta buah-buahan

Menurut Ni Wayan Jumiati, seorang pemeluk agama Katolik, tradisi ini sudah berlangsung sejak jaman dulu.  Sebelum dibagikan, Juniati sejak pagi masak bersama keluarga. Lantas makanan ditata di atas wadah tertentu, lalu dihantarkan ke tetangga. I Nengah Mucita, warga Sanur yang beragama Hindu menyambut gembira hantaran Ngejot dari keluarga Katolik tersebut. Menurutnya tradisi ini adalah bentuk toleransi yang sudah terbangun sejak lama.

Pada jaman dahulu, tradisi ngejot juga dilakukan saat seseorang memiliki makanan tidak biasa di kehidupan sehari-harinya. makan daging, misalnya, lantaran memakan daging merupakan sesuatu yang luar biasa di keluarga yang sehari-hari menyantap sayuran . Atau apabila ada keluarga yang membuat lawar daging dan ada tetangga yang juga membuat lawar daging, maka bisa ngejot dengan saling bertukar makanan walaupun menunya sama.

Menurut Pitana, tradisi ngejot bukanlah sekadar pertukaran makanan, melainkan sudah tentang keakraban. Dalam kepercayaan di Bali, keakraban itu bisa ditunjukkan dengan makanan. Kalau diberi makanan kemudian kita tidak mau memakannya, itu bisa jadi konflik besar, kata Pitana. Sebaliknya ketika kita bersedia memaannya, maka segala perselisihan akan hilang

Dilihat 412 kali Terakhir diedit pada Sabtu, 19 Maret 2022 05:40