Bulan Suro, Saatnya Membersihkan Wesi Towo Dan Keris Kiai Kala Gumarang

Satu Suro adalah hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Suro. Kalender Jawa merupakan sistem penanggalan yang dipakai oleh Kasultanan Mataram dibawah pimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma sekitar 1613-1645. Bulan pertama pada kalender Jawa adalah Suro. Kemudian Sapar, Mulud, Bakda Mulud, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Syawal, Sela, dan Besar.

Di Indonesia khususnya dalam budaya Jawa, Suro identik dengan suasana sakral dan mistis. Oleh sebab itu, ada berbagai kegiatan yang berhubungan dengan supranatural hanya dilakukan pada bulan Suro, seperti jamasa pusaka, ruwatan, serta sesajen agung atau laku tapa brata. 

Memasuki bulan suro, pusaka besi towo atau biasa disebut juga wesi towo bersama dengan puluhan pusaka dijamas atau mandikan oleh Pemkab Madiun. Diantaranya dua keris berusia 400 tahun peninggalan bupati pertama Madiun Raden Ronggo Jumeno, yaitu Kiai Kala Gumarang dan Kiai Baledono. Termasuk juga Kiai Balabar, Kiai Singkir dan wesi towo.

Bagi yang belum tau, wesi towo adalah benda bertuah yang akan membuat apapun bisa menjadi tawar atau melunak dalam batas wajar. Yang paling sederhana, ketika anda minum kopi atau teh pun bila sambil memegang wesi towo ini, ini maka tidak akan ada rasa yang bisa  dinikmati.

Termasuk serangga atau hewan berbisa apapun yang menggigit anda, maka racunnya akan tawar. Khasiat wesi towo juga bisa diniatkan kepada seseorang yang memiliki ilmu atau ajian, agar menjadi tawar dan lunak.

Efeknya juga bisa digunakan untuk urusan asmara, yaitu meluluhkan hati yang keras dan ego tinggi, agar menerima cinta asmara anda. 

Sedangkan Keris Kyai Kala Gumarang, adalah keris pegangan Raden Ayu Retno Djumilah sebagai tanda pengukuhan sebagai Adipati Madiun, saat melawan serbuan prajurit Mataram Pimpinan Panembahan Senopati.

Raden Ayu Retno Djumilah adalah sosok wanita yang cerdas dan trengginas, bukan hanya terampil di dalam ilmu perang tapi juga sebagai sosok wanita pemimpin yang disegani dan dicintai rakyatnya.

Bukan hanya sekedar anak bupati tapi sebagai tokoh pemimpin yang kharismatik dan menguasai banyak hal. Dan sebagai seorang panglima perang dia amat disegani rekan maupun lawan bahkan seorang pemimpin besar Mataram pun mengakui hal tersebut.

Dengan kearifan dan kepandaiannya dia juga berhasil menghentikan konflik besar yang sempat berjalan tanpa tersedia satu pihak yang jadi dirugikan.

Hal ini menunjukkan bahwa Raden ayu Retno Djumilah adalah seorang tokoh wanita yang sanggup memberikan pemaknaan peran kepemimpinan perempuan yang luar biasa yang tak kalah bersama kaum pria.

Kembali ke urusan penjamasan atau pencucian pusaka, ternyata  tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Hanya orang yang memiliki hati dan perilaku yang bersih, serta karakter yang baik dalam mengabdi kepada negara.

Itu sebabnya, Pemkab Madiun mempercayakan pencucian pusaka hanya kepada Raden Tumenggung Santo Siswojo Dipuro bersama rekannya, Mas Ngabei Sunarko Diprojo.

Ada beberapa ritual sebelum mengeluarkannya benda pusaka dari  dari ruang penyimpanannya di Pendopo Muda Graha Kabupaten Madiun.

Pertama-tama harus menyiapkan sesaji yang terdiri dari dua sisir pisang, kembang, dan nasi tumpeng lengkap dengan lauknya. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa. 

Kemudian dilakukan langkah-langkah untuk mencuci pusaka sebagai berikut: pusaka (contohnya keris) dimasukkan ke wadah berisi campuran air kelapa dan air mengkudu.

Setelah beberapa waktu, keris digosok dengan irisan jeruk pecel untuk menghilangkan karat pada lapisan keris. Setelah itu pusaka dicuci dengan sabun lalu dijemur namun tidak boleh langsung terkena  sinar matahari.

Selanjutnya, pusaka dimasukan ke dalam cairan warangan dan dikeringkan.

Sumber: kompas.com

Baca juga: Tentang Manfaat Ajian Dan Mustika Puter Giling, Siapa Tahu Anda Membutuhkannya

Dilihat 1699 kali Terakhir diedit pada Rabu, 08 Jun 2022 18:50