BAGAIMANA DENGAN SILSILAH KELUARGA DI INDONESIA
Dalam budaya Jawa, dikenal sebuah ungkapan kepaten obor. Jika diartikan secara harfiah, ungkapan tersebut berarti obor yang mati. Namun, makna mendalam tersirat di baliknya. Ungkapan ini kerap disampaikan para sesepuh soal silsilah keluarga.
Jangan sampai Anda tidak mengenali siapa kakek, nenek, ayah, ibu, sepupu, om, tante, anak, cucu, keponakan, hanya karena jarang atau tidak pernah bertemu. Keluarga yang kepaten obor dianggap kehilangan masa lalu, tak beridentitas keluarga, dan dianggap kehilangan harapan masa depan karena jejaknya terabaikan.
Dari berbagai suku bangsa di Indonesia, masyarakat mengenal tiga sistem kekerabatan, yaitu:
1. Sistem kekerabatan parental
Pada sistem ini anak menghubungkan diri dengan ayah dan ibunya, serta kerabat ayah dan ibu secara bilateral. Dalam sistem kekerabatan parental berlaku peraturan yang sama mengenai perkawinan, kewajiban menafkahi, penghormatan, dan soal warisan. Sistem kekerabatan ini biasanya berlaku pada suku Jawa, Madura, Sunda, Kalimantan, dan Sulawesi.
2. Sistem kekerabatan patrilineal
Pada sistem ini keturunan didasarkan pada garis ayah. Anak menghubungkan diri dengan ayah, baik secara garis keturunan atau secara unilateral lewat kerabat ayah dari garis keturunan laki-laki. Biasanya, kedudukan seseorang dari pihak bapak menempati posisi lebih tinggi, sehingga hak-haknya juga lebih banyak. Sistem kekerabatan ini biasa Anda jumpai pada suku Batak dan Bali.
3. Sistem kekerabatan matrilineal
Berlawanan dengan patrilineal, garis keturunan sistem kekerabatan matrilineal justru mengambil garis ibu. Anak juga menghubungkan diri dengan kerabat ibu sesuai garis keturunan perempuan secara unilateral. Dalam susunan masyarakat, keturunan garis ibu berkedudukan lebih penting dan punya hak lebih banyak, misalnya dalam urusan warisan. Anda bisa menemukan sistem kekerabatan ini pada suku Minangkabau.
Selain mengenal tiga sistem kekerabatan, dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah juga dikenal berbagai sebutan untuk menyebut atau memanggil kerabat. Pemanggilan itu biasanya berdasarkan silsilah keluarga yang ada. Diharapkan, dengan mengenal posisi anggota keluarga lain, Anda bisa memanggil kerabat dengan benar, tidak sampai salah menyebut.
Situasi ini kerap membingungkan mereka yang jarang bertemu dengan kerabat dalam keluarga besarnya. Sebagai contoh, saat berkunjung ke rumah sepupu ayah/ibu, Anda harus memanggil mereka apa? Apakah ayah/ibu Anda lebih tua atau lebih muda dari sepupunya? Nah, kebingungan itu bisa terjawab lewat pengenalan silsilah keluarga.